Memperbaiki Kualitas Hidup
Mereka itu orang-orang yang menggerutu dan mengeluh tentang nasibnya, hidup menuruti hawa nafsunya…." (Yudas 1:16).
Semakin baik kualitas hidup seseorang, semakin
baik/bahagia pula keadaan orang tersebut. Keadaan seseorang dikatakan
baik atau bahagia bukan diukur dari berbagai macam fasilitas yang
dipunyai, tetapi seberapa besar rasa syukur atas apa yang dipercayakan
oleh Tuhan kepadanya. Sebab berapa banyak orang memiliki berbagai
fasilitas dalam hidupnya namun tidak pernah merasa bahagia ?, yang ada
hanyalah bersungut-sungut atau ngomel. Merasa semua yang dihadapi tidak
ada yang benar, dan menuntut semuanya sempurna menurut pandangannya.
Alasan sepele dapat menjadi omelan yang berkepanjangan hingga sepanjang
hari, bahkan dapat berlanjut pada hari-hari berikutnya.
Hal ini pula yang terjadi dengan bangsa Israel. Sebagian besar dari mereka yang menikmati "tour" keliling padang gurun di bawah pimpinan Musa, mengalami kematian (1 Korintus 10:5). Alkitab menegaskan: "…janganlah bersungut-sungut [ngomel], seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, sehingga mereka dibinasakan oleh malaikat maut" (1 Korintus 10:10). Mereka mati karena omelan mereka sendiri, karena mereka tidak percaya dengan janji Allah.
Sungutan, omelan, dan gerutuan adalah ciri orang fasik. Yudas mengatakan: "Mereka itu orang-orang yang menggerutu dan mengeluh tentang nasibnya, hidup menuruti hawa nafsunya…."
(Yudas 1:16). Orang Kristen duniawi tidak lepas dari karakter ini.
Sebaliknya orang Kristen yang mengerti kebenaran, akan selalu mengucap
syukur.
Bagaimana dengan kita? Apakah hidup kita penuh dengan
omelan ataukah ucapan syukur? Pikirkan sejenak, apakah gunanya kita
bersungut-sungut? Bukankah sungutan dan omelan tidak akan mengubah
keadaan? Bersungut-sungut dan mengomel hanyalah penonjolan perbuatan
daging. Semakin kita bersungut-sungut, semakin kita enggan berdoa,
memuji Tuhan, maupun mengucap syukur. Tidaklah salah bila salah satu
pintu menuju dosa adalah melalui sungutan. Perbaikilah kualitas hidup
kita dengan memperbanyak ucapan syukur kepada Tuhan dan kikislah sampai
habis omelan-omelan dari mulut kita. Omelan terjadi, sebagian kecil
karena kesalahan orang lain, sebagian besar karena kita tidak mampu
menundukkan daging dan lidah kita, amin.
Sumber: http://www.bethanygraha.org
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.