15 September 2012

Visi Dari Allah

Visi Dari Allah


Written by Multimedia Graha Bethany   
Friday, 14 September 2012 11:47
Pdt. Abraham Alex Tanuseputra

“Maka Yakub berangkat dari Bersyeba dan pergi ke Haran. Ia sampai di suatu tempat, dan bermalam di situ, karena matahari telah terbenam. Ia mengambil sebuah batu yang terletak di tempat itu dan dipakainya sebagai alas kepala, lalu membaringkan dirinya di tempat itu. Maka bermimpilah ia, . . . . . .
"
(Kejadian 28:10-22)
Pada ayat bacaan diatas telah menceritakan mengenai kisah Yakub. Dimana ia sedang melarikan diri dari kejaran kakaknya yaitu Esau. Peristiwa ini terjadi bukan tanpa alasan, tetapi yang jelas bahwa Esau menaruh dendam terhadap Yakub dan ingin membunuhnya, karena berkat yang seharusnya Esau terima dari ayahnya telah diambil oleh Yakub dengan cara menipu ayahnya yaitu Ishak (Kajadian 27:41-43). Secara tidak langsung Yakub telah mengambil hak kesulungan daripada Esau.
Dan untuk menghindari amarah dari Esau maka Yakub melarikan diri menuju ke Haran, yaitu ke tempat dimana pamannya tinggal. Yakub telah lari dari persoalan yang mengakibatkan maut. Meskipun Yakub lolos dari kejaran kakaknya bukan berarti ia bebas dari masalah yang sedang ia hadapi, karena ia harus membayar atas segala perbuatannya. Bukankah terkadang kita melakukan seperti yang dilakukan oleh Yakub yaitu berusaha lari dari sebuah tanggungjawab atas perbuatan yang telah kita lakukan, untuk itu marilah kita menghadapi/menyelesaikannya dengan rasa tanggungjawab, termasuk menanggung segala konsekuensi dari perbuatan kita, maka Tuhan akan membela kita.

Memang pada waktu siang hari Yakub dapat melarikan diri dari kejaran kakaknya (persoalan), tetapi pada malam hari ia tidak dapat melanjutkan perjalanannya, karena ia mengalami kesukaran. Dan kesukaran itu bisa berupa gelapnya malam, sehingga ia tidak dapat sekelilingnya dengan jelas dan juga tidak dapat berbuat apa-apa, kecuali beristirahat (tidur). Demikianlah dengan kehidupan kita, yang kadang-kadang mengalami persoalan seperti yang dialami oleh Yakub.
Tatkala persoalan datang menimpa kita, maka kita berusaha lari dari persoalan itu dengan kekuatan kita sendiri. Kita menganggap bahwa kita mampu menyelesaikannya, tetapi perlu kita ingat bahwa tidak semua persoalan dapat kita atasi dengan kekuatan kita sendiri, karena suatu saat pasti ada persoalan yang benar-benar tidak dapat diselesaikan oleh kekuatan manusia (itulah gambaran daripada datangnya malam, dimana kita tidak dapat berbuat apa-apa, kecuali kita beristirahat/menenangkan diri untuk mendapatkan wahyu atau visi dari Tuhan). Dan perlu kita sadari pula bahwa kita penuh dengan keterbatasan maupun kelemahan, untuk itu jangan sekali-kali kita mengandalkan kekuatan diri sendiri melainkan kita andalkan Tuhan, sebab firman Tuhan berkata : ”Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!” (Yeremia 17:5).

Selanjunya, dalam kisah Yakub ini telah diceritakan bahwa ia beristirahat, dalam arti kata lain : ia sedang menenangkan diri, maka Yakub mendapatkan wahyu/visi dari Tuhan melalui mimpinya. Wahyu/visi yang diterima oleh Yakub ini bersifat universal, yang artinya bahwa setiap orang berhak untuk mendapatkan visi seperti yang dialami oleh Yakub dan sampai hari ini Tuhan memberikan wahyu yang sama.
Apa yang dilihat oleh Yakub sama dengan apa yang kita lihat hari-hari ini. Mungkin kita tidak mimpi seperti Yakub, tetapi saat ini kita mendapatkan visi yang sama. Lalu, yang menjadi pertanyaan adalah : “visi apa yang diterima oleh Yakub melalui mimpinya ?.” Yakub telah mendapat penglihatan bahwa di bumi ada didirikan sebuah tangga yang ujungnya sampai di langit, dan tampak malaikat-malaikat Allah turun naik di tangga itu, dan berdirilah Tuhan di sampingnya. Jadi, melalui peristiwa ini Yakub sadar bahwa ada hubungan antara sorga dan bumi, sehingga apa yang ada di sorga itu bisa turun ke bumi; baik itu kuasa maupun kekayaan.
Yakub mendapat kemurahan dari Allah, dan kemurahan itu juga berlaku bagi anak-anaknya yaitu umat Israel, termasuk kita sebagai keturunan Abraham secara rohani, sebab di dalam firman Tuhan telah dikatakan : “ . . . Dan jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah (Galatia 6:23). Dan perlu kita ketahui bahwa yang menjadi penghubung antara sorga dan bumi adalah Yesus sendiri, karena di dalam Injil Yohanes 1:51 telah dikatakan : “Lalu kata Yesus kepadanya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya engkau akan melihat langit terbuka dan malaikat-malaikat Allah turun naik kepada Anak Manusia.”

Jadi visi yang diterima oleh Yakub itu sama dengan visi yang diberikan kepada kita. Alasannya yaitu : karena kita sudah percaya kepada Tuhan Yesus dan diselamatkan, sehingga kita mendapatkan hubungan antara sorga dan bumi ini dengan tidak terputus. Saudara, pertama kali visi ini dilihat oleh Yakub yaitu bahwa tidak ada halangan lagi antara bumi dan sorga; maka apa yang diikat di bumi akan terikat di sorga dan apa yang dilepas di bumi akan terlepas di sorga. Jadi segala kuasa, kekayaan bisa turun dalam kehidupan kita, karena kita punya hak untuk menarik kuasa dan kekayaan dari sorga. Dan setelah visi itu diterima oleh Yakub, lalu tindakan apa yang diambil oleh dia ?. Yakub mulai mengambil batu yang dipakainya sebagai alas kepala dan didirikan sebuah tugu serta menuangkan minyak ke atasnya.
Lalu Yakub menamai tempat itu Betel (rumah Tuhan), dimana yang dahulunya kota tersebut bernama Lus (yang berarti penuh dengan hawa nafsu). Demikianlah halnya dengan kita yang dahulunya hidup penuh dengan hawa nafsu, tetapi setelah kita menerima Yesus sebagai Tuhan dan juru selamat maka hidup kita disebut sebagai rumah Tuhan atau bait Roh Kudus. Oleh sebab itu janganlah kita mengotori kehidupan kita dengan tindakan yang didasari oleh hawa nafsu, tetapi biarlah kita tetap menjaga kehidupan ini dengan kekudusan, supaya urapan Allah terus mengalir dalam kehidupan kita dan visi yang telah kita terima, seperti yang Yakub terima dapat terwujud dalam kehidupan kita. Memang untuk dapat memujudkannya tidak semudah kita membalikkan telapak tangan, tetapi dibutuhkan perjuangan, ada harga yang harus kita bayar yaitu seluruh kehidupan kita. Biarlah Roh Allah saja yang bekerja dalam kehidupan kita, maka segala sesuatu tidak ada yang mustahil, Amin.

Sumber: http://iix.bethanygraha.org/

8 September 2012

Sebuah Wasiat

Sebuah Wasiat


Written by Multimedia Graha Bethany   
Friday, 07 September 2012 11:53
Pdt. Dr. Abraham Alex Tanuseputra

“Sebab di mana ada wasiat, di situ harus diberitahukan tentang kematian pembuat wasiat itu. Karena suatu wasiat barulah sah, kalau pembuat wasiat itu telah mati, sebab ia tidak berlaku, selama pembuat wasiat itu masih hidup.”
(Ibrani 9:16-17)
Pada ayat bacaan di atas terdapat kata “Wasiat”. Wasiat adalah sebuah janji; sedangkan yang memberikan wasiat itu adalah Allah. Dan perlu kita ketahui bahwa wasiat ini baru berlaku kalau yang memberi wasiat ini telah mati. Memang, Allah tidak pernah mati, karena Dia kekal, tetapi Dia bisa memberikan warisan kepada kita dengan jalan memberikan Yesus yang adalah Tuhan telah menjadi manusia. Pada saat Dia mati (walaupun pada hari yang ketiga Dia telah bangkit) Allah memberikan wasiat kepada kita, selain itu Allah mengangkat kembali manusia menjadi anak-anak Allah. Ini berlaku  bagi yang percaya kepada-Nya.

Wahyu 5:6-12 menyatakan bahwa Allah itu memiliki segala-galanya, khususnya pada ayat 12 telah dikatakan : "Anak Domba yang disembelih itu layak untuk menerima kuasa, dan kekayaan, dan hikmat, dan kekuatan, dan hormat, dan kemuliaan, dan puji-pujian!". Sejak Yesus mati di atas kayu salib wasiat di atas tersebut diberikan bagi kita selaku anak-anakNya. Hal ini dapat kita ketahui dalam Roma 8:16-17 yang berkata, “Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah.
Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia.” Menderita bersama-sama dengan Tuhan merupakan sesuatu hal yang tidak enak untuk daging. Kata yang lebih tepat untuk kata “menderita” adalah “prihatin.” Ini berarti mau tidak mau kita harus berjalan di jalan yang sempit, menderita bersama dengan Kristus. Namun ujungnya menuju kebahagiaan yang tidak terlukiskan. Selain itu penderitaan yang kita alami tidak sebanding dengan kemuliaan dan kebahagiaan yang akan kita terima.

Wasiat di dalam Yesus dihubungkan dengan pengertian “berkat Allah yang diberikan kepada Abraham.” (Galatia 3:26-29). Apabila kita melihat siklus sebuah kehidupan khususnya dari Abraham, Ishak dan Yakub, maka disana dipenuhi dengan bukti-bukti iman. Yang perlu kita perhatikan adalah bukan hanya berkat yang diterima Abraham saja, tetapi siklusnya. Setelah Abraham, Ishak diberkati, lalu diturunkan kepada Yakub. Memang secara fisik Ishak tidak memberikan apa-apa kepada Yakub, tetapi berkat yang dari Tuhan tetap terjadi dalam kehidupan Yakub. Ini merupakan siklus turun-temurun. Hal ini juga berlaku bagi kehidupan orang yang percaya kepada Kristus, termasuk saudara semua. Berapa banyak orang mengalami masa kejayaan namun setelah meninggal dunia, anak-anaknya hidup penuh penderitaan. Hal ini disebabkan karena mereka tidak berada dalam sebuah siklus kehidupan seperti yang dilakukan oleh Abraham, Ishak dan Yakub. Sebagai contoh yang gamblang adalah bangsa Israel.
Tatkala orang Israel menyembah Tuhan dengan baik, maka kota Yerusalem mendapatkan damai sejahtera. Klimaksnya pada saat pemerintahan Daud dan Salomo. Tetapi saat orang Israel tidak mengikuti siklus yang dilakukan nenek moyangnya, maka Yerusalem hancur dan dijajah oleh banyak bangsa. Saat mereka bertobat dibangun kembali dan saat mereka tidak taat, maka dijajah kembali. Ini berlangsung terus menerus, hingga Yerusalem memiliki pondasi yang berlapis-lapis. Yerusalem adalah kota yang kekal. Ini merupakan gambaran bagi kita kepada Yerusalem yang kekal. Kalau Yerusalem kita di dunia ini baik, maka Yerusalem yang di sorga pasti juga baik.

Hari-hari ini, memang Tuhan sedang mengembalikan Yerusalem, tetapi ibadah mereka belum pulih secara keseluruhan. Tetapi kita adalah keturunan Abraham di dalam nama Tuhan Yesus Kristus. Tanpa Yesus, berkat Allah tidak bisa turun kepada kita. Karena Yesus, semua berhak menjadi anak-anak Allah yang menerima wasiat dari-Nya. Untuk itu kita tidak bisa meninggalkan siklus yang pernah dilakukan oleh tokoh-tokoh pergerakan Kristen yang berkembang sampai sekarang.
Apa yang dilakukan Abraham dilakukan oleh Ishak, seperti yang tertulis dalam Kejadian 26:12-13, ”Maka menaburlah Ishak di tanah itu dan dalam tahun itu juga ia mendapat hasil seratus kali lipat; sebab ia diberkati Tuhan. Dan orang itu menjadi kaya, bahkan kian lama kian kaya, sehingga ia menjadi sangat kaya.” Memang tidak mudah untuk melakukan siklus ini secara turun-temurun, tetapi kalau orang kembali kepada siklusnya, maka berkat Tuhan akan turun dengan luar biasa. Setiap orang memiliki siklus ini. Jangan sampai kita melupakan siklus itu, karena apabila kita melupakannya maka yang akan terjadi dalam kehidupan kita seperti yang tertulis dalam Pengkhotbah 1:11, ”Kenang-kenangan dari masa lampau tidak ada, dan dari masa depan yang masih akan datangpun tidak akan ada kenang-kenangan pada mereka yang hidup sesudahnya.”  Ini merupakan peringatan bagi kita.

2 Korintus 9:10-11 berkata, “Ia yang menyediakan benih bagi penabur, dan roti untuk dimakan, Ia juga yang akan menyediakan benih bagi kamu dan melipatgandakannya dan menumbuhkan buah-buah kebenaranmu; kamu akan diperkaya dalam segala macam kemurahan hati, yang membangkitkan syukur kepada Allah oleh karena kami.” Menabur bukan berarti berbicara masalah uang saja. Ini suatu siklus, kenangan yang lama ada dan yang akan datang lebih ada lagi. Hidup kita ini sangat berguna untuk ini.

Matius 25:14-30 berbicara tentang seorang tuan yang mempercayakan talenta-talentanya kepada hamba-hambanya. Ada yang menerima 5, 4, 3, 2, 1 talenta. Yang diberi 5 sampai 2 dikembangkan, tetapi yang menerima 1 talenta tidak mengembangkannya. Justru yang diberi 1 talenta menganggap tuannya kejam. Orang tersebut diberi 1 talenta saja tidak bisa mengembangkan, apalagi diberi banyak. Oleh karena itu berapapun talenta yang dipercayakan kepada kita, seharusnya kita kembangkan, supaya hal yang buruk tidak kita alami, seperti yang tertulis dalam Matius 25:30 berkata, “Dan campakkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi." Untuk itu, marilah kita kembali kepada silklus, menabur dan menuai. Memang terasa berat, tetapi apabila kita mau melakukannya maka kita akan dimuliakan bersama dengan Kristus. Walaupun kita mengalami banyak tantangan, tetapi kita tetap diberkati oleh Tuhan, Amin.

Sumber: http://iix.bethanygraha.org/

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cna certification