30 April 2011

Renungan Harian Online: Di Puncak Gunung

Di Puncak Gunung

Sumber: http://renungan-harian-online.blogspot.com/
Ayat bacaan: Habakuk 3:19
=================
"ALLAH Tuhanku itu kekuatanku: Ia membuat kakiku seperti kaki rusa, Ia membiarkan aku berjejak di bukit-bukitku."


di puncak gunungSeorang teman yang hobi mendaki gunung bercerita tentang pengalaman-pengelamannya dalam mendaki bersama klub pecinta alamnya. Ia berverita bahwa proses mendaki itu begitu melelahkan dan berat. Oksigen bisa tipis sekali di ketinggian sehingga bernafas bisa menjadi sangat sulit. Jalan yang dituju mendaki, berbatu-batu dan terkadang sangat terjal, belum lagi terkadang harus memanjat dan harus siap menghadapi banyak resiko binatang buas dalam perjalanan. Sama sekali tidak mudah untuk bisa mencapai puncak gunung katanya. Bagi orang yang memiliki masalah dengan pernafasan seperti asma atau rasa takut akan ketinggian, mendaki gunung sedikit saja sekalipun bisa jadi hal yang tersulit untuk dilakukan. Tetapi ia kemudian berkata, begitu sampai ke puncak gunung, pemandangan yang luar biasa indah membuat semua kesulitan itu tidak lagi berasa apa-apa. "Begitu menakjubkan..pesonanya luar biasa, dan itu tidak dilihat oleh semua orang. Hanya yang mau bersusah payah mendakilah yang bisa menikmatinya." katanya bangga. Di puncak gunung ia lupa akan kesusahan mendaki dan segala sakit yang ia rasakan. Di puncak gunung ia melihat sebuah keindahan yang tidak dilihat oleh semua orang. Di puncak gunung, ia bisa merasakan kemuliaan Tuhan, bahkan mungkin memandang dari sebuah jarak pandang atas seperti apa yang dilihat Tuhan ketika Dia memandang ciptaan-ciptaanNya di dunia ini.

Sebuah pelajaran saya dapatkan dari ceritanya, yaitu jika kita tidak mendaki gunung, maka kita tidak akan bisa merasakan pengalaman yang luar biasa, tidak akan bisa menikmati sebuah pemandangan yang sangat langka yang tidak bisa dilihat oleh orang lain. Apa maksudnya? Saya berpikir bahwa dalam perjalanan hidup kita, ada kalanya kita akan berhadapan dengan bukit-bukit terjal, jalan berbatu-batu yang akan sangat sakit untuk kita jalani. Kita bisa memilih apakah tetap ditempat tanpa mau berjalan melewatinya, atau kita mencoba sedikit lalu mundur, atau malah mengelak. Tetapi seperti apa yang dialami oleh teman saya, hanya yang mampu bertahan dan dengan semangat pantang mundurlah yang akan mampu berdiri tegak di atas bukit merasakan kemuliaan Tuhan. Kabar baiknya, Tuhan siap membantu kita untuk itu. Yang diperlukan hanyalah kemauan dan kesediaan kita, serta sejauh mana kita bisa percaya kepada Tuhan bahwa Dia akan menuntun kita melewati jalan-jalan yang sulit itu untuk akhirnya kelak sampai di atas bukit.

Lihatlah Firman Tuhan dalam Habakuk. "ALLAH Tuhanku itu kekuatanku: Ia membuat kakiku seperti kaki rusa, Ia membiarkan aku berjejak di bukit-bukitku." (Habakuk 3:19) Sebuah ayat yang kurang lebih sama bisa kita dapatkan dalam Mazmur. "Allah, Dialah yang mengikat pinggangku dengan keperkasaan dan membuat jalanku rata; yang membuat kakiku seperti kaki rusa dan membuat aku berdiri di bukit." (Mazmur 18:34). Mengandalkan kemampuan kita yang terbatas, cepat atau lambat kita akan menyerah dalam berjuang melewati jalan terjal dan berbatu-batu. Tapi lihatlah bahwa Tuhan selalu siap menyediakan pertolongan. Tuhan mampu membuat kaki-kaki kita menjadi lincah seperti rusa yang mampu melewati atau melompati jalan-jalan berbatu dan terjal untuk sampai ke puncak gunung. Tuhan mau kita naik lebih tinggi mengatasi masalah dan keluar menjadi pemenang, merasakan keindahan, kemurahan dan kemuliaanNya yang semua telah tersedia di atas sana.

Dalam Yesaya dikatakan di tempat tinggi itulah rumah Tuhan akan berdiri tegak, bukan terhuyung-huyung dan mudah jatuh ketika diterpa badai. "Akan terjadi pada hari-hari yang terakhir: gunung tempat rumah TUHAN akan berdiri tegak di hulu gunung-gunung dan menjulang tinggi di atas bukit-bukit; segala bangsa akan berduyun-duyun ke sana, dan banyak suku bangsa akan pergi serta berkata: "Mari, kita naik ke gunung TUHAN, ke rumah Allah Yakub, supaya Ia mengajar kita tentang jalan-jalan-Nya, dan supaya kita berjalan menempuhnya; sebab dari Sion akan keluar pengajaran dan firman TUHAN dari Yerusalem." (Yesaya 2:2-3).Lihatlah bahwa berada di tempat tinggi di atas bukit menjanjikan sebuah tempat dimana masalah tidak lagi mampu menyulitkan kita. Rumah Tuhan atau Bait Allah berbicara mengenai diri kita sendiri, seperti yang tertulis dalam 1 Korintus 3:16. Disana kita bisa melihat bahwa Tuhan menyediakan pertolongan untuk memampukan kaki kita menjadi lincah, melompat melewati berbagai masalah dan berdiri tegak di atas gunung menikmati segala kemuliaanNya.

Firman Tuhan mengajarkan kita bahwa ujian-ujian yang berat jika kita sikapi dengan benar akan mampu membuat iman kita bertumbuh dan naik lebih tinggi lagi. Paulus mengatakan: "Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita." (Roma 5:3-5). Firman Tuhan mengingatkan kita agar jangan menjadi lemah ketika mengalami kesengsaraan, ketika berjalan di jalan berbatu tajam dan terjal. Kita diingatkan agar tidak putus asa, dan terus bertekun, karena jika kita ingin memenangkan ujian, kita harus bisa melepaskan segala yang merintangi kita dan dosa-dosa yang menjerat kita. Penulis Ibrani berkata: "Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita." (Ibrani 12:1). Lalu serahkan semuanya kepada Tuhan. Dia siap membuat kaki-kaki kita menjadi lincah agar sanggup melompati bebatuan hingga sampai ke puncak gunung. Disana kita bisa tetap tegar meski digoyang masalah seberat apapun. Masalah mungkin akan tetap ada, tetapi di puncak itu kita akan berada lebih tinggi dari masalah. Segala sakit dan beban selama perjalanan yang ditempuh akan sirna begitu kita menyaksikan keindahan kemuliaan Tuhan. Tuhan siap menolong kita untuk itu, sudahkah kita mempercayakan langkah kita kepadaNya? Sudahkah kita memiliki niat yang teguh untuk naik lebih tinggi lagi? Sekarang saatnya bagi kita untuk mendaki dengan bantuan Tuhan. Kelak ketika kita berada lebih tinggi dari kesengsaraan, kita tidak akan gampang lagi digoyang oleh masalah apapun. Disanalah kita bisa berkata: "Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku." (Habakuk 3:17-18)

Tuhan siap membantu kita menjadi lincah hingga mampu berdiri tegak di atas bukit

22 April 2011

Renungan Harian Online: Sesama Manusia

Sesama Manusia

Sumber: http://renungan-harian-online.blogspot.com/
Ayat bacaan: Zakharia 7:9
==================
"Beginilah firman TUHAN semesta alam: Laksanakanlah hukum yang benar dan tunjukkanlah kesetiaan dan kasih sayang kepada masing-masing!"


sesama manusiaBetapa mudahnya mendapat teman di kala senang, tetapi begitu sulit mencari seorangpun dikala susah. Itu dialami begitu banyak orang, dan saya pun pernah mengalaminya. Ketika kita sedang sukses, orang pun berdatangan dengan sanjungan-sanjungannya, tidak jarang pula mereka membawa buah tangan dan menunjukkan sikap sangat manis. Tetapi ketika kita terjatuh, perlahan tapi pasti mereka pun mulai menjauh meninggalkan kita. Seorang artis senior pernah bercerita mengenai pengalamannya akan hal ini kepada saya. "Habis manis sepah dibuang", katanya. Jangankan menolong, untuk mengenal saja mereka sudah enggan. Betapa bedanya perilaku mereka dahulu ketika saya masih di atas dengan saat ini ketika saya sudah tidak ada apa-apanya lagi. Miris memang, tetapi begitulah perilaku banyak manusia yang hanya baik ketika ada sesuatu yang menguntungkan bagi dirinya. Tidak tertutup kemungkinan kita pun pernah atau bahkan masih menunjukkan sikap seperti itu. Ketika telepon seluler berdering, kita akan melihat dahulu siapa yang menghubungi, dan akan memilah-milah yang mana yang mau dijawab, mana yang mau diabaikan, atau dijawab seadanya saja dengan dingin. Maka ada istilah pilih kasih, tergantung standar kita, tergantung ukuran kita.

16 April 2011

Renungan Harian Online: Berkat Kasih Karunia

Berkat Kasih Karunia

Sumber: http://renungan-harian-online.blogspot.com/
Ayat bacaan: 1 Korintus 15:10
======================
"Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang.."


berkat kasih karunia TuhanHidup dari panggung ke panggung lainnya meliput berbagai acara musik selama beberapa tahun membuat saya memperoleh begitu banyak kisah yang jarang dipublikasikan orang. Saya bertemu berbagai macam artis dengan segala tingkah polah masing-masing. Ada yang ramah dan bersahabat, ada yang pintar berbasa-basi, ada pula yang cuek bahkan angkuh. Ada yang mau terbuka bercerita apa saja, ada yang lekas curiga. Ketenaran bukanlah alat ukur untuk sombong tidaknya seseorang, karena secara umum artis-artis yang sudah makan garam selama puluhan tahun justru sangat ramah dan bersahabat. Salah seorang artis senior yang pasti anda kenal baik jika saya sebut namanya bercerita bahwa ia kecewa melihat perilaku banyak artis muda saat ini. Mereka arogan, gampang memandang rendah orang lain bahkan dengan tidak segan-segan berani memerintah orang yang lebih senior dari mereka. Ada banyak diantara mereka, katanya, yang tidak mau merapikan alat musiknya sendiri dan hanya melenggang keluar dari panggung begitu pertunjukan selesai. Honor sangat menentukan bagi mereka, berkurang sedikit saja maka mereka akan uring-uringan bermain atau malah menolak untuk tampil. Cerita ini saya peroleh dari seorang artis legendaris kita yang kecewa melihat generasi muda dengan sikap arogan. "Mereka lupa bahwa semua itu berasal dari Tuhan dan bukan karena kehebatan mereka." katanya.

Saya memahami betul perasaannya, dan apa yang ia katakan memang menjadi gambaran secara umum mengenai kondisi panggung hiburan saat ini. Memang tidak semua, karena saya juga bertemu dengan artis-artis muda yang rendah hati, ramah dan bersahabat. Ada pula yang masih tetap melayani Tuhan dengan rajin walaupun ia sudah mencapai kesuksesan. Memang benar, kemampuan yang mereka peroleh adalah hasil kerja keras mereka belajar dan latihan hingga sukses. Tetapi kemampuan untuk menerima pelajaran, bakat dan sebagainya pun berasal dari Tuhan. Itulah sebabnya sangatlah penting bagi kita untuk menyadari betul siapa dan dimana posisi kita sebenarnya. Kita memang harus bekerja dan berusaha keras dalam hidup, tetapi tanpa kasih karuniaNya tidak akan ada satupun yang bisa kita capai. Tanpa kasih karuniaNya tidak akan ada pencapaian-pencapaian luar biasa yang bisa kita peroleh. Tanpa Tuhan, kita bukanlah apa-apa. Kita ada sebagaimana diri kita sekarang, itu adalah atas penyertaanNya, atas kasih karuniaNya.
Paulus menyadari betul hal ini dan dia pun menyampaikan "Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang dianugerahkan-Nya kepadaku tidak sia-sia. Sebaliknya, aku telah bekerja lebih keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku." (1 Korintus 15:10). Aku ada sebagaimana aku ada sekarang, itu adalah hasil kasih karunia Allah, dan semua itu tidak ada yang sia-sia. Kita pun demikian. Kita ada sebagaimana kita sekarang, itu adalah hasil kasih karunia Allah. Pada kesempatan lain ia kembali mengingatkan hal yang mirip: "Tetapi harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami." (2 Korintus 4:7). Bukankah berkat, kekuatan atau talenta itu semuanya berasal dari Tuhan? Paulus merupakan hamba Tuhan yang begitu luar biasa dalam mewartakan kabar keselamatan. Tetapi dengan tulus ia mengakui bahwa keberhasilan pelayanannya bukanlah atas hasil keberanian dan kehebatannya. Bukan karena kepintaran, kekuatan dan kesanggupannya saja, melainkan berasal dari karunia Allah yang menyertainya. Maka sudah sepantasnya pula kemuliaan menjadi milik Tuhan dan bukan untuk kita pakai menyombongkan diri di hadapan orang lain.

Yesus berkata: "Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa." (Yohanes 15:5). Kita akan berbuah banyak jika kita berada didalam Dia dan Dia berada di dalam kita. Tanpa itu kita bukanlah apa-apa. Ayub mengatakan bahwa manusia itu singkat umurnya. "Seperti bunga ia berkembang, lalu layu, seperti bayang-bayang ia hilang lenyap dan tidak dapat bertahan." (Ayub 14:2). Apalah artinya kita tanpa kasih karunia Tuhan? Maka dari itu kita harus ingat bahwa tidak ada satupun alasan yang bisa kita pakai untuk memegahkan atau menyombongkan diri, merasa hebat ketika kita mengalami keberhasilan dalam berbagai hal. Without God we're nothing.

Jika kita menelusuri kisah hidup Yusuf dalam kitab Kejadian, kita pun bisa melihat bagaimana Yusuf muda terus berpindah dari satu masalah ke dalam masalah berikutnya. Tetapi lihatlah bagaimana ia tetap berbuah dan berhasil dalam setiap langkahnya, termasuk ketika ia sedang dalam masalah. Semua itu bukan karena kehebatannya melainkan karena penyertaan Tuhan atas dirinya. Daud tahu itu, dan Alkitab jelas mencatat akan hal itu. "..karena TUHAN menyertai dia dan apa yang dikerjakannya dibuat TUHAN berhasil." (Kejadian 39:23b). Dalam keadaan sulit sekalipun kita bisa tetap menuai keberhasilan, dan itu semua karena ada Tuhan yang menyertai kita, ada Roh Tuhan yang memampukan kita untuk maksimal. Dalam kitab Zakharia dikatakan: "Bukan dengan keperkasaan dan bukan dengan kekuatan, melainkan dengan roh-Ku, firman TUHAN semesta alam." (Zakharia 4:6).

Ada banyak orang yang jatuh justru disaat mereka mulai merasakan kesuksesan atau keberhasilan. Bahkan di antara orang percaya sekalipun termasuk hamba-hamba Tuhan bisa terjatuh karena kesombongan. Kemuliaan seharusnya menjadi hak Tuhan dan bukan hak kita. Dan lihat Firman Tuhan pun berkata: "Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil." (Yohanes 3:30). Janganlah kita sampai berani mencuri apa yang menjadi hak Tuhan. Ingatlah bahwa kita ada sebagaimana kita ada sekarang adalah hasil dari kasih karunia Tuhan. Semakin tinggi kita naik, semakin rendah hati pula kita seharusnya. Ingatlah bahwa Roh Kudus hanya bisa bekerja bagi orang yang hatinya dipenuhi kerendahan dan mau dibentuk. Jika kesuksesan hadir hari ini, bersyukurlah dan jangan jadikan itu untuk bersikap angkuh dan lupa diri. Sebaliknya pakailah itu untuk memberkati sesama dan memuliakan Tuhan atas segala kasih karuniaNya yang luar biasa yang telah Dia curahkan atas kita.

Bukan kuat dan hebat kita, tetapi kasih karunia Allah-lah yang menjadikan kita sebagaimana kita hari ini

9 April 2011

Renungan Harian Online: Sarang Penyamun

Sarang Penyamun

Sumber: http://renungan-harian-online.blogspot.com/
Ayat bacaan: Yeremia 7:11
===================
"Sudahkah menjadi sarang penyamun di matamu rumah yang atasnya nama-Ku diserukan ini? Kalau Aku, Akusendiri melihat semuanya, demikianlah firman TUHAN."


sarang penyamunIngatkah anda sebuah novel roman yang sangat terkenal dari tahun 1930an berjudul "Anak Perawan Di Sarang Penyamun"? Sebuah masterpiece karaya Sutan Takdir Alisjahbana ini tidak lekang di telan jaman. Secara tidak sengaja hari ini saya melihat novel itu dijual secara online dan saya pun teringat lagi dengan kisah penuh romantika di tengah buasnya hutan belantara. Seperti apa rasanya berada di tengah sarang penyamun?  Tentu itu bukanlah tempat yang favorit bagi kita. Alkitab beberapa kali menyebutkan kata sarang penyamun pula, yang mengacu kepada sikap yang dimiliki bukan oleh orang asing, tetapi justru oleh orang-orang percaya sendiri.

2 April 2011

Renungan Harian Online: Paku dan Lubang yang Ditinggalkan

Paku dan Lubang yang Ditinggalkan

Sumber: http://renungan-harian-online.blogspot.com/
Ayat bacaan: Amsal 29:22
===================
"Si pemarah menimbulkan pertengkaran, dan orang yang lekas gusar, banyak pelanggarannya."


amarah, lukaKegiatan memaku dinding bisa jadi salah satu kegiatan yang gampang-gampang susah, apalagi jika memang kita bukan ahli pertukangan. Saya pernah dengan semangat ingin memajang foto-foto keluarga di dinding ruang tamu, membayangkan semua akan terpajang dengan rapi dan urutannya sudah saya atur di benak saya. Namun ketika mulai memakukan paku ke dinding, rupanya posisi paku sering meleset beberapa milimeter ato centimeter dari yang seharusnya. Kalau sudah salah posisi, saya terpaksa cabut kembali dan memakukkannya lagi di posisi yang pas. Namun saya menyadari satu hal, bahwa walaupun lubang yang posisinya salah beberapa centimeter tadi akan tertutup dengan pigura fotonya, tapi lubang tersebut sudah terlanjur ada disitu, membuat bekas di tembok. Kita bisa menutupnya dengan kapur tembok, dicat kembali hingga tak berbekas, tapi sebenarnya lubang itu tetap ada. Sekecil apapun paku akan tetap meninggalkan bekas atau lubang di dinding.

Sadarkah kita kalau sebuah kemarahan yang mungkin hanya meledak sekali waktu dari kita pun bisa meninggalkan "lubang" yang tidak bisa tertutup hingga waktu yang lama? Ketika diliputi kemarahan kita tanpa sadar mengeluarkan kata-kata yang bisa menghujam hati orang lain seperti ditancap paku. Mungkin itu cuma akibat emosi sesaat dan karena hanya sesaat dalam waktu singkat kita pun sudah melupakannya, namun dampaknya bisa meninggalkan bekas bagi korban hingga waktu yang lama. Seringkali luka-luka seperti ini menjadi penghalang bagi mereka untuk maju dan sangat sulit untuk dibereskan. Saya mengenal beberapa orang yang mengalami hal ini. Ada beberapa yang bahkan saya kenal betul sehingga saya bisa melihat bagaimana mereka bertumbuh hingga hari ini. Disebabkan oleh sesuatu yang membuat mereka sakit hati di masa lalu, mereka lalu mendapatkan banyak masalah dalam kehidupan mereka. Tidak percaya diri, sulit mempercayai orang lain, menutup atau memproteksi diri secara berlebihan, ada pula yang langsung gemetar ketika berhadapan dengan orang yang belum ia kenal. Kita mungkin hanya kelepasan karena emosi sehingga melempar kata-kata kasar secara spontan, tetapi seperti halnya dinding, kita meninggalkan bekas yang bisa jadi cukup dalam di hati orang lain dan melukai mereka untuk waktu yang lama, bahkan bisa berdampak negatif seumur hidup mereka. Ada dua teman saya bahkan tidak lagi percaya kepada Tuhan karena beberapa kata-kata buruk ibunya terlanjur melukai mereka cukup dalam. Mereka bisa menyebutkan berbagai kata yang pernah terlontar dari mulut ibunya meski pada saat itu mereka masih sangat kecil. Mungkin sang ibu sendiri sudah tidak ingat lagi, tetapi kehancuran yang ditimbulkan ternyata sudah cukup parah bagi anaknya.  

Kemarahan bisa membawa begitu banyak dampak baik bagi diri sendiri maupun terhadap orang lain. Itulah sebabnya Alkitab berulang kali menganjurkan kita untuk bisa mengontrol emosi. Firman Tuhan berkata: "Si pemarah menimbulkan pertengkaran, dan orang yang lekas gusar, banyak pelanggarannya." (Amsal 29:22). Seorang yang gampang marah, kata Firman Tuhan, akan membuat banyak pelanggaran. Apakah itu lewat kata-kata, membanting sesuatu, melempar atau kekerasan secara fisik dan lain-lain, semua itu kelak akan kita sesali, dimana sebagian besar diantaranya kerap sudah sangat sulit untuk bisa diperbaiki. Berapa banyak orang tua yang kalap kemudian tanpa sadar membunuh anaknya? Atau sebaliknya anak yang gelap mata membunuh orang tuanya karena tidak cepat meredam kemarahan? Atau antara suami dan istri, antar teman, majikan dan pekerja dan lain-lain? Kalaupun tidak sampai sefatal membunuh, berbagai akibat yang timbul dari emosi yang tidak terkendali itu pun sudah meninggalkan bekas yang susah untuk dihapus.

Sejalan dengan ayat bacaan hari ini, Daud mengatakan: "Berhentilah marah dan tinggalkanlah panas hati itu, jangan marah, itu hanya membawa kepada kejahatan." (Mazmur 37:8). Ada kalanya memang kita bisa merasa kesal dan kemudian marah. Sebagai manusia yang memiliki perasaan memang kita tidak bisa menghindar dari kekesalan atau kemarahan akibat banyak hal atau ditimbulkan oleh perilaku orang lain yang menyinggung kita. Apa yang bisa kita lakukan adalah sesegera mungkin meredamnya. Emosi seringkali berawal ringan namun bertambah parah jika kita diamkan. Dan apabila sudah parah, emosi itu akan menjadi sulit untuk kita redam. Disanalah akhirnya berbagai kejahatan mengintai dan siap menerkam kita. Berbagai tindakan bodoh pun bisa muncul tanpa terkendali karena kita sudah gelap mata dikuasai oleh emosi. Oleh karena itu kita harus bisa cepat meredam kemarahan kita sebelum terlambat, sebelum kita melakukan atau mengatakan hal-hal yang bisa melukai orang lain bahkan berdampak buruk bagi diri kita sendiri.

Yakobus mengingatkan kita agar menjadi orang yang sabar dan tidak lekas marah. "Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah." (Yakobus 1:19). Kita diminta untuk mendengar dulu baik-baik dan tidak cepat menyela apalagi jika belum apa-apa sudah langsung marah. Mengapa demikian? Ayat selanjutnya berkata jelas: "sebab amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah." (ay 20). Lebih lanjut lewat Paulus kita juga bisa menemukan peringatan agar kita membuang jauh-jauh kemarahan dari diri kita. "Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan." (Efesus 4:31). Apa yang dianjurkan bagi kita adalah sebaliknya, "Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu." (ay 32).

Jika anda merasa kesal dan mulai marah, segeralah redam kemarahan itu sebelum kemarahan itu menguasai diri anda. "Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis." (Efesus 4:26-27). Lihatlah bahwa dibalik kemarahan yang terus meningkat naik kita sebenarnya membuka ruang seluas-luasnya kepada iblis untuk berpesta pora menghancurkan kita. Petrus berkata: "Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya." (1 Petrus 5:8). Perhatikan bahwa iblis hanya bisa berjalan berkeliling mengaum mencari mangsa. Dia tidak akan pernah bisa menembus kita kecuali kita sendiri yang membuka celah untuk itu. Alkitab menyatakan bahwa orang yang membiarkan dirinya gampang meledak dalam amarah adalah orang bodoh: "Terhormatlah seseorang, jika ia menjauhi perbantahan, tetapi setiap orang bodoh membiarkan amarahnya meledak." (Amsal 20:3), atau lihatlah dalam kitab Pengkotbah: "Janganlah lekas-lekas marah dalam hati, karena amarah menetap dalam dada orang bodoh." (Pengkotbah 7:9). Dan ada banyak kejahatan yang mengintai disana. semakin lama kita membiarkan diri kita marah, maka semakin banyak pula kesempatan iblis untuk menghancurkan kita dengan berbagai bentuk kejahatan. Adalah relatif jauh lebih mudah untuk meredam emosi ketika masih baru, tetapi sangatlah sulit ketika emosi itu sudah terlanjur menguasai diri kita. Sekali lagi, ingatlah bahwa paku yang ditancapkan ke dinding meski kecil sekalipun akan tetap meninggalkan lubang atau bekas disana. Dan paku-paku itu bisa berterbangan keluar dari kemarahan kita dan melukai hati banyak orang. Berhentilah melukai orang lain terutama orang yang kita kasihi seperti orang tua, anak, suami/istri dan lain -lain hanya karena kita tidak bisa mengendalikan emosi kita. Kuasai diri segera ketika marah, sehingga kita tidak sampai melukai orang lain hanya karena kita tidak bisa menahan emosi.

Emosi sesaat bisa membawa bekas luka di hati orang sepanjang hidupnya

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cna certification