30 September 2014

Mengalami Kerajaan Allah Di Bumi

 “Lalu orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus, supaya Ia menjamah mereka; akan tetapi murid-murid-Nya memarahi orang-orang itu. Ketika Yesus melihat hal itu, Ia marah dan berkata kepada mereka: "Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah.
Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya." Lalu Ia memeluk anak-anak itu dan sambil meletakkan tangan-Nya atas mereka Ia memberkati mereka.”
(Markus 10:13-16)

Tuhan Yesus memiliki kerinduan yang besar terhadap semua umat pilihanNya untuk dapat mengalami apa yang disebut dengan kehidupan dalam Kerajaan Allah; dan kerinduan tersebut bukan saja dialami nanti pada waktu kita bertemu dengan Tuhan, namun kita juga mengalami di bumi. Sedangkan ukuran bahwa seseorang mengalami kerajaan Allah itu tidak dapat diukur melalui banyaknya materi, mewahnya rumah, mobil atau tingginya kedudukan/jabatan maupun tingginya status sosial dalam masyarakat, melainkan dapat diukur dari sukacita dan damai sejahtera oleh Roh Kudus (Roma 14:7).

Untuk itu kita perlu tahu bagaimana caranya kita bisa mengalami Kerajaan Allah di bumi, yaitu menjadi seperti anak kecil. Mengapa harus menjadi seperti anak kecil? 2 Korintus 11:3 mengatakan, “Tetapi aku takut, kalau-kalau pikiran kamu disesatkan dari kesetiaan kamu yang sejati kepada Kristus, sama seperti Hawa diperdayakan oleh ular itu dengan kelicikannya.” Lawan dari licik adalah kesederhaan/ “simple” (tidak licik). Yudas Iskariot merupakan gambaran sebagai orang yang licik. Hal ini tampak ketika Yesus berada di Taman Getsemani menjelang kematianNya; Yudas telah mencium gurunya (Tuhan Yesus). Tetapi dibalik semuanya itu, ada niat jahat yang tersimpan di hati Yudas, yaitu menjual Yesus. Yudas Iskariot memiliki “muka” atau tindakan yang berbeda dengan “belakangnya.” atau isi hatinya. Hal yang demikian bukankah sering kita jumpai di kalangan orang-orang yang mengaku dirinya pengikut Kristus ?, atau bahkan pernah maupun sedang kita lakukan saat ini. Jikalau saat ini kita bersikap demikian, maka kita tidak mendapatkan Kerajaan Allah. Tuhan ingin supaya kita memiliki hati yang murni di hadapanNya.

Bukan hanya itu saja, Amsal 9:9 berkata, “berilah orang bijak nasihat, maka ia akan menjadi lebih bijak, ajarilah orang benar, maka pengetahuannya akan bertambah.” Kalau kita memperhatikan sikap seorang anak, maka kita tidak hanya menemukan sikap yang polos atau sederhana saja, tetapi mereka juga mau untuk diajar. Dan apabila kita lihat dalam kenyataannya, seberapa banyak diantara kita yang percaya kepada Yesus mau membuka hati untuk menerima pengajaran dari Tuhan melalui penyampaian Firman Tuhan maupun membaca firman Tuhan sendiri. Oleh karena itu, milikilah roh yang mudah untuk diajar agar kita bisa menikmati Kerajaan Allah di muka bumi ini. Kalau kita membuka pendengaran kita untuk Firman Tuhan, maka Tuhan sendiri akan memberikan rhema kepada kita. Sebab dalam firman Tuhan juga dikatakan “Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus” (Roma 10:17)
Selanjutnya, Amsal 3:5-7 berkata, “Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu. Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak, takutlah akan TUHAN dan jauhilah kejahatan.” Kata percaya kepada Tuhan dengan segenap hati dapat digambarkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai suatu hubungan antara anak dan bapak. Dimana anak kecil memiliki kelebihan, yaitu kepercayaan yang penuh kepada ayahnya. Demikian juga, kita seharusnya percaya kepada Tuhan Yesus dengan sepenuh hati tanpa ada alasan-alasan yang justru menghalangi kuasa Tuhan untuk bekerja dalam kehidupan kita. Kita memiliki Bapa yang sangat kaya, sehingga kalau kita percaya, maka kita tidak akan dipermalukan. Dan orang yang percaya sepenuhnya kepada Tuhan Yesus akan mengalami Kerajaan Allah di bumi ini, sehingga hidupnya di bumi ini tidak menjadi sia-sia, tetapi menjadi berkat bagi orang lain.

Matius 6:12 berkata, “dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami.” Seorang anak kecil akan mudah untuk mengampuni. Misalnya, setelah mereka habis berkelahi, maka tidak lama kemudian mereka akan “baikan” kembali dan melupakan kejadian yang baru saja mereka lakukan. Terlebih itu, di hati mereka tidak ada perasaan dendam seperti halnya yang dilakukan oleh orang-orang dewasa. Dan perlu kita ingat, bahwa pada ayat berikutnya yaitu ayat 15 menegaskan, “jikalau kita tidak mengampuni orang, maka Bapa kita di sorga tidak akan mengampuni kesalahan kita”. Saudara, jikalau seseorang tidak mendapat pengampunan dari Tuhan maka orang tersebut tidak layak masuk dalam kerajaan sorga. Sedangkan orang yang memiliki kasih khususnya mudah mengampuni akan mengalami Kerajaan Allah. Dan jikalau kita menyimpan dendam/kebencian, maka justru hal itu akan menyengsarakan diri kita sendiri. Orang yang menaruh kebencian adalah orang yang belum pindah dari maut. Yudas Iskariot mengalami kebinasaan karena  tidak memiliki kasih (1Yohanes 3:14). Untuk itu, kita harus memiliki kasih. Lalu, bagaimana kita tahu, apakah kita memiliki kasih atau tidak? Yaitu melalui sikap, perkataan dan perbuatan. Saat ini kita dipanggil bukan untuk menjadi petarung satu dengan yang lainnya, tetapi menjadi pengasih untuk satu dengan yang lainnya. Memang, untuk mengaplikasikan kasih seperti yang difirmankan Tuhan itu tidak mudah, tetapi apabila kita ada kemauan dan tindakan maka kita sanggup menyatakan kasih dalam kehidupan sehari-hari. Sebab pada dasarnya Kekristenan itu identik dengan apa yang disebut dengan “Kasih.”

Yohanes 14:15 berkata, “Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku.” Seorang anak kecil pasti sangat responsif dalam pengertian bahwa mereka sangat tanggap terhadap apa yang diajarkan, karena semua itu didasari oleh kepolosan atau kesederhanaanya. Sedangkan apabila kita melihat contoh seseorang yang tidak responsif adalah istri Lot. Dimana saat mereka diperingatkan ia tidak meresponi akan peringatan tersebut sehingga pada akhirnya ia menjadi tiang garam. Oleh karena itu, biarlah kita memiliki sikap yang responsif terhadap apa yang dikatakan Tuhan, dan jangan sampai kerohanian kita jauh tertinggal dari orang-orang percaya lainnya, supaya keadaan seperti yang tertulis dalam Matius 19:30 tidak terjadi dalam kehidupan kita. Amin.
Sumber: http://www.bethanygraha.org

19 September 2014

Serupa Dengan Gambaran AnakNya

Ayat Bacaan: Roma 8:18-30


Kehendak Tuhan atas kita adalah seperti yang tertulis dalam Roma 8:29, “Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung diantara banyak saudara.” Dari ayat ini kita tahu, bahwa Tuhan memiliki rencana dalam hidup kita.
Untuk menjadi serupa dengan Yesus, perlu adanya perubahan atau pembaharuan. 2 Korintus 3:18 berkata, “Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar.” Transformasi merupakan perubahan dari dalam. Tuhan mengubah atau membentuk seseorang dengan berbagai macam cara. Bisa melalui beberapan peristiwa seperti : sakit penyakit, kegagalan dan lain sebagainya. Yang pasti, bahwa semuanya itu terjadi supaya kita dapat mengalami perubahan terus menerus sampai menjadi serupa dengan Yesus. Perubahan-perubahan penting yang harus kita alami dalam kehidupan kita supaya serupa dengan Kristus yaitu :

1. Pembaharuan Iman.


Paulus tahu bahwa kemuliaan akan dinyatakan dalam dirinya, yaitu dengan iman. Tuhan ingin mentransformasi iman kita. Transformasi iman akan  benar-benar terjadi dalam hidup kita jika Roh Kudus turut berkarya. Sebelum Roh Kudus dicurahkan, murid-murid Yesus mengalami ketakutan, contohnya Petrus yang menyangkal Yesus tiga kali. Tetapi saat dia menerima Roh Kudus dan mengalami Transformasi iman, maka dia dapat berdiri di hadapan ribuan orang untuk memberitakan Injil Kristus sampai pada akhir kematiannya.
Saudara, apabila saat ini kita sedang masuk dalam berbagai-bagai pencobaan, maka ingatlah bahwa iman kita sedang diproses untuk mengalami pembaharuan. Dan apabila pencobaan itu datang atas kita oleh kerena ketidaktaatan kita kepada Tuhan, maka ingatlah bahwa Allah sedang menyatakan kasihNya kepada kita supaya kita tidak terlalu jauh tersesat dan hilang. Oleh karena itu janganlah kita memiliki konsep yang salah tentang “percaya Tuhan.” Berapa banyak orang berpikir apabila sudah percaya Yesus sebagai Tuhan dan juru selamat maka persoalan tidak ada. Allah tidak pernah berjanji demikian, tetapi yang pasti apabila kita menghadapi persoalan maka Tuhan memberikan kekuatan supaya kita menang atas persoalan tersebut. Bahkan dalam Mazmur 34:20 dikatakan, “Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu.”

2. Pembaharuan Pengharapan


Pengharapan kita merupakan sauh yang kuat, bahkan dalam Roma 8:24-25 dijelaskan bahwa “kita diselamatkan dalam pengharapan. Tetapi pengharapan yang dilihat, bukan pengharapan lagi; sebab bagaimana orang masih mengharapkan apa yang dilihatnya ? Tetapi jika kita mengharapkan apa yang tidak kita lihat, kita menantikannya dengan tekun.”. Dalam ayat lain juga dikatakan “TUHAN adalah bagianku, kata jiwaku, oleh sebab itu aku berharap kepada-Nya” (Ratapan 3:24). Untuk itu tetaplah berharap kepada Tuhan maka mujizat akan dinyatakan atas kita. Dan sebagai keyakinan kita adala bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita.
Kekuatiran tidak akan mengubah jalan hidup kita, bahkan hanya akan merusak hari yang dianugerahkan Tuhan. Buanglah segala kekuatiran kita. Sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, marilah kita untuk tetap berharap. Kalau kita berharap kepada Tuhan, maka berharaplah akan apa yang Dia firmankan (Mazmur 119:114). Harap kita jangan sampai menjadi lemah. Biarlah Roh Kudus yang memberikan kekuatan menguasai kita. Pegang terus Firman Tuhan sampai kita mendapatkan. Sebab apa yang kita ucapkan pasti kita mendapatkannya, seperti yang tertulis dalam Amsal  18:21 bahwa “Hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya.” Jadi apabila kita suka menggemakan atau mengatakan hal-hal yang negatif maka itulah yang akan terjadi dalam kehidupan kita, tetapi apabila kita senantiasa mengatakan tentang kata-kata firman maka itulah yang akan terjadi sesuai dengan firman yang kita imani. Bukankah dalam kitab Kejadian dijelaskan bahwa segala sesuatu dijadikan dengan firman Tuhan. Apabila kita meyakini akan hal itu maka tidak sia-sialah pengharapan kita kepada Kristus.

3. Pembaharuan Kasih.


Kekristenan identik dengan kehidupan yang penuh kasih. Walaupun pada kenyataannya banyak orang yang mengaku dirinya Kristen, tetapi tidak menunjukkan kasih. Apalagi saat ini kita hidup dipengujung akhir jaman, dimana kasih manusia mulai dingin seperti yang tertulis Matius  24:12 “Dan karena makin bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin.”
Oleh karena itu, marilah kita koreksi hidup kita; apakah kita sudah hidup dalam kasih atau belum. Dan kasih yang kita miliki biarlah terus mengalami perubahan sehingga mencapai kasih yang sempurna. Selanjutnya, apabila kita hidup dalam kasih, maka apa yang dijanjikan Tuhan lewat firmanNya akan digenapi dalam kehidupan kita yaitu, “Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, . . . “
Saudara, supaya buah roh yaitu kasih muncul dalam kehidupan kita maka biarlah kita minta kekuatan dari Roh Kudus. Sebab apabila kita mengandalkan kekuatan kita maka kita akan mengalami kegagalan, tetapi apabila kita melibatkan kekuatan Roh Kudus maka kita sanggup menunjukkan kasih itu. Sehingga pada akhirnya kita akan menjadi terang dan garam dunia, dan nama Tuhan akan dipermuliakan.
Dari ketiga hal tersebut di atas yaitu Iman, Harap dan Kasih akan benar-benar terwujud apabila Roh Kudus menolong kita. Amin.
Sumber: http://www.bethanygraha.org

13 September 2014

Ucapan Syukur

“Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.”
(1 Tesalonika 5:18)
Salah satu kehendak Tuhan dalam kehidupan kita adalah mengucap syukur, seperti yang tertulis dalam ayat bacaan di atas. Dan pada umumnya seseorang mengucap syukur oleh karena menerima berkat; baik itu berupa materi, kedudukan, jabatan atau terhindar dari malapetaka dan lain sebaginya. Namun kali ini Tuhan mengajar kita untuk mengucap syukur dalam segala hal; tentunya baik dalam suka maupun duka. Sebagai umat tebusan Allah yang telah diselamatkan dari hukuman dosa dan menerima janji-janji Allah, seharusnya tidak punya alasan untuk tidak mengucap syukur. Tetapi, kenyataannya banyak orang yang lalai untuk mengucap syukur, walaupun telah menerima berkat Tuhan.
Oleh karena itu Tuhan mengingatkan kita kembali untuk belajar mengucap syukur senantiasa. Hal ini dapat kita lihat dalam Injil Lukas 17:11-19 yaitu kisah mengenai sepuluh orang kusta yang sudah disembuhkan oleh Yesus. Kesepuluh orang tersebut sedang mengalami persoalan yaitu mengalami sakit kusta. Dan kita menyadari bahwa setiap manusia pasti mengalami persoalan, termasuk kita sebagai anak-anak Tuhan. Memang, persoalan kita berbeda-beda bentuknya, tetapi banyak orang yang membandingkan persoalannya lebih besar dari persoalan orang lain, sehingga mereka melihat orang lain lebih enak dari dirinya. Namun kita akan melihat tindakan orang yang sakit kusta tersebut. Mereka telah mengambil langkah yang benar yaitu mencari Yesus (ayat 13). Mereka berdoa minta pertolongan kepada Yesus, dan mereka telah mendapatkan cara Yesus, yaitu “pergilah, perlihatkan dirimu kepada imam-imam.” (ayat 14a). Memang, terkadang Tuhan memiliki cara yang aneh dalam menolong kita, tetapi apabila kita mengikuti apa yang menjadi cara Tuhan maka segala sesuatu tidak ada yang mustahil. Dan berapa banyak diantara kita yang membatasi kuasa Tuhan, karena menganggap aneh cara Tuhan sehingga mujizat tidak terjadi dalam kehidupan kita.

Saudara, dari kisah ini kita lihat bahwa setelah kesepuluh orang kusta itu pergi, seperti yang diperintahkan Yesus maka di tengah jalan mereka menjadi tahir. Kata tahir yang terdapat pada ayat 14, berasal dari kata “katharizo” (artinya : bersih). Tubuh yang terkena kusta telah menjadi bersih. Sedangkan pada ayat ke 19 terdapat kata “menyelamatkan,” yang berasal dari kata “sozo” (artinya : sembuh dan selamat). Dalam kisah selanjutnya telah diceritakan bahwa dari antara mereka yang telah disembuhkan hanya terdapat satu orang yang kembali kepada Yesus dan tersungkur di bawah kaki Yesus untuk mengucap syukur, sedangkan kesembilan lainnya tidak kembali. Jadi perbandingannya adalah hanya sepuluh persen yang tahu bersyukur. Apakah ini terjadi dalam kehidupan kekristenan ? Tetapi inilah kenyataannya bahwa sangat langka orang yang mau mengucap syukur. Memang, tidak semua orang tahu untuk mengucap syukur buat segala berkat yang sudah Tuhan berikan. Mereka menganggap bahwa keberhasilan, kemakmuran, dan kesehatan adalah hasil usahanya. Mereka tidak menyadari bahwa segala sesuatu yang dialami oleh manusia adalah anugerah Tuhan. Dan perlu kita ketahui bahwa sampai hari ini mujizat Tuhan masih berlangsung.

Selanjutnya, yang menarik perhatian kita adalah dalam ayat 17 pada pertanyaan Yesus, “Di mana yang kesembilan lainnya?” Pertanyaan ini mengingatkan kita pada waktu Adam dan Hawa jatuh dalam dosa. Tuhan bertanya, “Adam di mana engkau?” Saat ini, Yesus bertanya juga kepada kita dengan pertanyaan yang sama. Tuhan mencari orang yang tidak mau bersyukur. Lalu, Apakah kita semua adalah orang yang sudah tahu bersyukur, atau kita termasuk orang-orang yang dicari Yesus sebab tidak tahu bersyukur. Dan saat ini Yesus mencari orang yang tidak tahu bersyukur, karena percuma mereka mengalami “kesembuhan” saja, jikalau mereka tidak “diselamatkan.” Tuhan mau agar kita disembuhkan dan diselamatkan. Sepuluh orang kusta mengalami posisi yang sama dalam hal persoalan. Mereka juga sama-sama berdoa, tetapi pada waktu mereka mengalami mujizat, yang datang beryukur cuma satu orang. Untuk itu siapapun kita sebagai orang percaya, kita adalah orang yang mengalami mujizat dan tahu mengucap syukur, sehingga kita mengalami keselamatan di bumi dan di sorga.

Mengapa banyak orang tidak bersyukur? Jawabannya adalah lupa. Untuk itu jangan lupa akan kebaikan Tuhan. Bersyukurlah! Mazmur 100 mencatat tentang bersyukur kepada Tuhan. Kalau kita ada sampai hari ini, semua oleh karena anugerah Tuhan. Ada banyak hal yang mesti harus kita syukuri. Hal-hal kecil sekalipun harus kita syukuri. Kalau kita tahu menghargai yang sedikit dan sederhana, lalu kita syukuri, maka Tuhan akan  mempercayakan yang lebih besar lagi.
Ada beberapa cara kita mensyukuri kebaikan Tuhan?

1. Menaikan Pujian Dan Penyembahan Bagi Tuhan.

Pujian yang kita naikkan bukan sekedar keluar dari bibir saja (lip service), tetapi benar-benar keluar dari hati kita. Karena pujian dan penyembahan yang didasari dengan kemurnian hati akan menghasilkan kekuatan yang dahsyat. Dan firmanNya pun berkata : “Allah bertahta atas puji-pujian”

2. Memberikan Korban Persembahan Dengan Hati Yang Tulus.

Persembahan yang tidak didasari dengan hati yang tulus, maka sia-sialah persembahan kita. Walaupun persembahan itu jumlah nominalnya sangat besar, tetapi apabila ada motivasi atau kepentingan pribadi, ataupun terpaksa, maka janganlah kita lakukan karena semuanya akan percuma. Untuk itu marilah kita belajar di dalam Markus 12:43, yaitu kisah mengenai persembahan janda miskin. Disitu diceritakan bahwa ada seorang janda miskin memberikan persembahan hanya dua peser uang. Sedangkan orang-orang kaya memberikan persembahan sangat banyak. Namun justru janda miskinlah yang dipuji oleh Yesus. Dan saat itu Yesus memanggil murid-muridNya dan berkata kepada mereka, katanya : ”Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan.” Janda miskin ini telah memberikan yang terbaik kepada Tuhan sebagai tanda ucapan syukur atas segala anugerah Tuhan.

3. Menjadi Berkat Bagi Orang Lain

Kata menjadi berkat ini bisa berarti memberikan kesaksian atau menceritakan kebaikan Tuhan atas hidupnya; dan dapat berarti pula menjadi contoh atau teladan bagi orang lain dengan cara menghasilkan buah-buah roh dalam hidupnya sebagai tanda ucapan syukur, bahwa kita telah dipindahkan dari kegelapan menuju terangnya yang ajaib untuk melakukan perkara-perkara yang besar, serta nama kita telah dicatat dalam buku kehidupan. Amin.
Sumber: http://www.bethanygraha.org

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cna certification