Meminta Maaf
Sumber: http://renungan-harian-online.blogspot.com/
Ayat bacaan: Matius 5:24=====================
"tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu."
Jelas-jelas berbuat salah, tapi gengsi untuk meminta maaf. Itu hal yang sering dilakukan banyak orang. Antara orang tua dengan anak, sesama saudara, atasan dan bawahan, suami kepada istri, antar teman dan lain-lain, ada banyak orang yang bermasalah dengan kerendahan hati untuk meminta maaf jika melakukan kesalahan karena takut wibawanya hilang. Padahal seringkali rasa bersalah itu terasa begitu menyiksa. Kita terus tertuduh, hidup tidak nyaman, tapi demi gengsi, wibawa atau apapun itu, kita rela hidup dengan cara seperti itu ketimbang segera minta maaf dan memperbaiki hubungan dengan orang yang telah kita sakiti. Saya tahu bagaimana rasanya didakwa perasaan bersalah seperti itu. Dua belas tahun yang lalu saya melakukan kesalahan besar terhadap seseorang, dan akibatnya ia mendendam hingga lima tahun lamanya. Saya tahu saya bersalah, tapi saya tidak kunjung mencoba untuk menjumpainya dan minta maaf. Selama 5 tahun pula saya didera perasaan bersalah yang membuat hidup saya sama sekali tidak nyaman. Dan ketika saya lahir baru, saya menyelesaikan masalah itu dengan menjumpainya langsung untuk minta maaf, dan sejak itu pula saya bebas dari perasaan bersalah terhadapnya. Betapa ringan rasanya saat itu, dan itu adalah rasa yang sangat kontras dengan rasa bersalah yang saya tanggung selama 5 tahun sebelumnya.
Masalah maaf memaafkan memang tidak mudah. Bukan hanya memaafkan yang sulit, tapi ternyata untuk meminta maaf pun kerap kali sama susahnya. Padahal masalah ini sering terasa mengganjal dalam hidup kita, membuat kita tidak bisa merasa nyaman, bahkan menjadi penghalang bagi kita untuk dapat berhubungan dengan Tuhan. Yesus berkata "Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu." (Matius 5:24-25). Lihatlah betapa pentingnya untuk berdamai di mata Tuhan, sehingga kita diminta untuk membereskan terlebih dahulu masalah yang mengganjal dan belum selesai itu sebelum kita datang membawa persembahan di hadapan Tuhan. Dalam ayat berikutnya pun kita dianjurkan untuk langsung menemui mereka yang punya masalah dengan kita dan dengan segera menyelesaikannya. God wants it to be done eagerly, quickly and personally.
Keinginan dan kerelaan atau kerendahan hati untuk berdamai sesungguhnya merupakan hikmat yang langsung berasal dari atas. Yakobus mengingatkan itu: "Tetapi hikmat yang dari atas adalah pertama-tama murni, selanjutnya pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan dan buah-buah yang baik, tidak memihak dan tidak munafik." (Yakobus 3:17). Oleh sebab itulah dikatakan bahwa bagi orang yang cinta damai akan selalu berbuah kebenaran. "Dan buah yang terdiri dari kebenaran ditaburkan dalam damai untuk mereka yang mengadakan damai." (ay 18). Jika di mata Tuhan saja hal itu sungguh penting, mengapa kita harus menomorduakan hal itu dan lebih memilih untuk mementingkan ego atau harga diri pribadi kita? Jika ada di antara teman-teman tengah mengalami sebuah hubungan yang rusak karena suatu kesalahan yang pernah anda buat atau katakan, ini saatnya untuk mengambil inisiatif. Datangi mereka dan mintalah maaf. Perbaiki segera hubungan itu, berdamailah saat ini juga.
Jagalah perdamaian dengan orang lain sesuai hikmat yang berasal dari atas
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.