Dua Peser
Sumber: http://renungan-harian-online.blogspot.com/
=========================
"Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya."
Memberi sumbangan untuk yang membutuhkan tentu baik. Tapi ada banyak orang yang memberi bukan karena merasa terpanggil untuk menolong, melainkan untuk mencari popularitas atau menarik simpati orang lain. Kita melihat para kandidat atau calon pemimpin di berbagai tingkat tiba-tiba gemar memberi ketika sedang berlomba memenangkan pemilihan, namun kemudian lupa setelah sudah mendapatkan apa yang mereka inginkan. Kita pernah melihat selebritis yang sengaja memanggil wartawan ketika mereka hendak menyambangi rumah yatim piatu atau memberi sedekah. Di sisi lain kita terus menemukan perdebatan antara keharusan memberi tepat 10% dari penghasilan atau memberi persembahan secara sukarela di gereja. "Pendapatan saya tidak banyak, jadi saya tidak bisa memberi saat ini. Setelah saya kaya nanti saja deh.." kata seseorang pada suatu kali. Ini semua menjadi gambaran yang umum kita lihat hari-hari ini. Memberi tanpa mengharapkan balasan, memberi dengan ikhlas, memberi dengan sukacita, memberi karena mengasihi semakin lama semakin langka. Seperti apa sebenarnya pandangan Tuhan tentang memberi?
Sumber: http://renungan-harian-online.blogspot.com/
Ayat bacaan: Markus 12:44
=========================
"Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya."
Memberi sumbangan untuk yang membutuhkan tentu baik. Tapi ada banyak orang yang memberi bukan karena merasa terpanggil untuk menolong, melainkan untuk mencari popularitas atau menarik simpati orang lain. Kita melihat para kandidat atau calon pemimpin di berbagai tingkat tiba-tiba gemar memberi ketika sedang berlomba memenangkan pemilihan, namun kemudian lupa setelah sudah mendapatkan apa yang mereka inginkan. Kita pernah melihat selebritis yang sengaja memanggil wartawan ketika mereka hendak menyambangi rumah yatim piatu atau memberi sedekah. Di sisi lain kita terus menemukan perdebatan antara keharusan memberi tepat 10% dari penghasilan atau memberi persembahan secara sukarela di gereja. "Pendapatan saya tidak banyak, jadi saya tidak bisa memberi saat ini. Setelah saya kaya nanti saja deh.." kata seseorang pada suatu kali. Ini semua menjadi gambaran yang umum kita lihat hari-hari ini. Memberi tanpa mengharapkan balasan, memberi dengan ikhlas, memberi dengan sukacita, memberi karena mengasihi semakin lama semakin langka. Seperti apa sebenarnya pandangan Tuhan tentang memberi?
21.09
Vincent utomo
Posted in: 
Begitu banyak acara pencarian bakat yang menjamur di televisi. Berbagai bentuk idol dari anak kecil hingga dewasa terus bermunculan. Ketika dulu kita hanya menjumpainya dalam bidang seni suara alias menyanyi, saat ini hal-hal lain pun dijadikan ajang kompetisi mencari bakat. Dan ini sejalan dengan keinginan pasar dan gambaran dari impian kebanyakan orang. Siapa yang tidak ingin terkenal, dikagumi, atau diidolakan banyak orang? Sekali muncul di televisi, jutaan orang menyaksikan dan dengan sendirinya kita pun akan terkenal. Belum lagi berbagai tabloid atau majalah yang memuatnya. Tapi kebanyakan dari para idol ini hanya mendapatkan ketenaran dalam waktu singkat. Secepat mereka meroket, secepat itu pula mereka dilupakan. Berulang-ulang kita menyaksikan orang menjadi tenar dan dalam waktu singkat kemudian dilupakan, tetapi itu tidak menyurutkan niat manusia untuk berlomba-lomba mencapai ketenaran di mata manusia lainnya. Tidak jarang kita harus ikut-ikutan melakukan sesuatu yang, meskipun salah di mata Tuhan, namun kita merasa harus melakukannya agar bisa diterima di sebuah lingkungan atau kelompok tertentu. Semua hanya demi popularitas.
Bagaimana kehidupan yang kita jalani setelah memasuki bulan ke 4 di tahun 2010 ini? Bagi sebagian orang hidup di tahun ini mungkin lebih berat dibanding tahun sebelumnya. Setiap tahun hidup semakin sulit, dan pada kenyataannya memang dunia tidak pernah dikatakan akan menjadi semakin mudah. Seribu satu tekanan terus membebani kita, seribu satu masalah datang silih berganti bahkan menyerbu beriringan, dan kekhawatiran pun biasanya menjadi bagian hidup kita yang sulit terpisahkan. Sekali lagi, hidup tidaklah mudah. Kita selalu harus berjuang untuk mampu bertahan hidup di dunia yang sulit ini, apalagi bertahan menghadapi berbagai hal yang siap menghancurkan iman kita. Tapi haruskah kita terus hidup dibawah tekanan kekhawatiran? Tuhan tidak menginginkan satupun dari kita untuk merasakan itu. Tuhan tidak menginginkan kita untuk masuk ke dalam pola kehidupan dunia yang penuh dengan kecemasan. Apa yang diinginkan Tuhan adalah agar kita tidak takut, tidak khawatir, tidak perlu cemas, karena Allah siap menjadi tempat kita berlindung. Dia siap mendengar dan menjawab doa-doa kita. Tapi ada satu kunci yang seringkali kita lupakan, yaitu mengisi doa-doa kita dengan ucapan syukur.
Tidak semua narasumber mau bertemu dengan wartawan. Untunglah saya berkecimpung di dunia musik dimana saya belum pernah mengalami penolakan karena dianggap "hanya" wartawan, yang artinya punya level atau status jauh di bawah yang bersangkutan. Tetapi seorang teman wartawan politik pernah mengalaminya. Teman saya itu bercerita bahwa pada suatu ketika ia mendekati seorang konglomerat ternama yang tidak usah saya sebutkan namanya untuk menanyakan sesuatu. Konglomerat itu dengan dingin berkata, "anda tidak layak menanyai saya. Sesuai tingkatan, hanya redaktur andalah yang berhak, bukan anda." Pahit memang, tetapi begitulah kehidupan wartawan ketika berhadapan dengan narasumber besar. Ada strata atau tingkatan dalam kehidupan yang akan membuat kita terkadang sulit untuk bertemu dengan orang yang berada di level teratas. Seorang karyawan terendah dalam sebuah perusahaan mungkin belum atau tidak akan pernah bertemu dengan pemilik atau pimpinan tertinggi di perusahaannya bekerja. Kecuali pada momen-momen tertentu, kita pun tidak akan bisa bertemu dengan Presiden atau mungkin Walikota sekalipun sesuka hati kita. 



